BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Malformasi
anorektal merupakan kelainan kongenital yang sering dijumpai di bidang bedah
anak. Kejadian malformasi anorektal diperkirakan 1 dalam 5000 kelahiran hidup
(Levitt et al., 2007). Terdapat berbagai klasifikasi malformasi
anorektal yang telah diciptakan. Malformasi anorektal memiliki tingkat
mortalitas yang rendah dan morbiditas yang tinggi dengan hasil penatalaksanaan
letak rendah yang lebih baik dibandingkan malformasi anorektal letak tinggi
(Kumar et al., 2005). Tingkat mortalitas malformasi anorektal dilaporkan
10 -20%, terkait dengan kelainan penyerta pada penderita malformasi anorektal
(Rintala, 2006). Terdapat beberapa faktor prognostik yang telah diketahui
mempengaruhi terjadinya morbiditas pada malformasi anorektal, seperti
abnormalitas pada sakrum, gangguan persarafan pelvis, sistem otot perineal yang
tidak sempurna, gangguan motilitas kolon (Grosfeld, 2006).
Konstipasi
merupakan sekuele pascabedah paling penting dan sering terjadi pada penderita
malformasi anorektal. Sejak pertama kali operasi melalui pendekatan perineal
oleh Swenson pada tahun 1953 sampai penemuan teknik operasi Posterior Sagittal
Anorektoplasti oleh Pena tahun 1982, konstipasi masih menjadi problem
pascabedah pada malformasi anorektal (Holschneider et al., 2006).
Tingkat insidensi terjadinya konstipasi pascabedah pada penderita malformasi
anorektal adalah 8,3% - 28,6% (Pena, 1995). Penelitian lain menunjukkan tingkat
konstipasi sampai sebesar 42% (Rintala et al., 1997). Konstipasi
mempengaruhi kualitas hidup jangka panjang pada penderita malformasi anorektal
(Witvliet et al., 2013).
Terdapat
banyak faktor prognostik terjadinya konstipasi pascabedah pada penderita
malformasi anorektal. Beberapa faktor prognostik yang telah diketahui
berpengaruh dengan terjadinya konstipasi pada penderita malformasi anorektal
adalah jenis malformasi anorektal, teknik operasi yang dilakukan, adanya
dehisiensi, serta rutinitas businasi. Jenis malformasi anorektal telah diketahui
memiliki pengaruh dalam terjadinya konstipasi pascabedah. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Pena (1995), dari 285 penderita malformasi
anorektal didapatkan konstipasi terjadi pada 61,4% penderita dengan fistula
vestibuler, 55% pada fistula bulber, dan 41,4% pada fistula prostatika. Teknik
anoplasti juga merupakan faktor prognostik terjadinya konstipasi pascabedah
pada penderita malformasi anorektal. Kejadian terjadinya konstipasi pascabedah
Posterior Sagittal Anorektoplasti (PSARP) pada penderita malformasi anorektal
mencapai 78,6% pada penderita atresia ani letak tinggi, dan 64,5% pada
penderita malformasi anorektal letak rendah (Huang et al., 2012). PSARP
diketahui lebih baik memiliki fungsi defekasi bila dibandingkan operasi abdominoperineal
pullthrough (Holschneider et al.,1994).
pullthrough (Holschneider et al.,1994).
Tingginya
angka konstipasi pascabedah malformasi anorektal mendorong peneliti untuk
melakukan penelitian mengenai faktor prognostik terjadinya konstipasi pada
penderita malformasi anorektal pasca bedah di RSUP Dr Sardjito.
B.
Perumusan Masalah
Berdasarkan
uraian latar belakang di atas, dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut
:
1.
Apakah tipe malformasi
anorektal, teknik operasi anoplasti, dan terjadinya dehisiensi luka operasi
anoplasti berhubungan dengan terjadinya konstipasi pascabedah pada penderita
malformasi anorektal?
2.
Apakah jenis kelamin, usia
saat operasi anoplasti, dan rutinitas businasi pascaoperasi berhubungan dengan
terjadinya konstipasi pascabedah pada penderita malformasi anorektal?
3.
Apakah pemilihan usus untuk
kolostomi dan teknik kolostomi berhubungan dengan terjadinya konstipasi
pascabedah pada penderita malformasi anorektal?
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Definisi
Malformasi anorektal (anus imperforate) adalah suatu
malformasi kongenital dimana rektum tidak mempunyai jalan keluar. Jadi pada
kasus ini anus tertutup sama sekali dan tebalnya bagian yang tertutup ini
bermacam-macam.
B. Klasifikasi
Terdapat 3 macam bentuk anus imperforate :
1. Anomali tinggi (Supralevator) :
Rektum berakhir diatas M.Levat0r ani (M.Puborektalis) dengan jarak antara ujung
buntu rectum dengan kulit perineum > 1 cm. Letak supralevator biasanya
disertai dengan fistel kesaluran kencing atau kesaluran genital
- Anomali Intermediate : Rektum terletak pada M.Levator ani tapi tidak menembusnya
- Anomali Rendah : Rektum berakhir dibawah >Levator ani sehingga jarak antara kulit dan ujung rectum paling jauh 1 cm.
C. Etiologi
Penyebabnya tidak diketahui. Tidak ada faktor resiko jelas
yang mempengaruhi seorang anak dengan anus imperforata. Tetapi, hubungan
genetik terkadang ada. Paling banyak kasus anus imperforata jarang tanpa adanya
riwayat keluarga, tetapi beberapa keluarga memiliki anak dengan malformasi.
D. Patofisiologi
Embriogenesis malformasi ini tidak jelas. Rectum dan anus
berkembang dari bagian dorsal usus atau ruang cloaca ketika mesenchym bertumbuh
ke dalam membentuk septum anorectum pada midline. Septum ini memisahkan rectum
dan canalis anus secara dorsal dari vesica urinaria dan uretra. Ductus cloaca
adalah penghubung kecil antara 2 usus. Pertumbuhan ke bawah septum urorectalis
menutup ductus ini selama 7 minggu kehamilan.
Selama itu, bagian ventral urogenital berhubungan dengan
dunia luar ; membran analis dorsalis terbuka kemudian. Anus berkembang dengan
penyatuan tuberculum analis dan invaginasi external, diketahui sebagai
proctodeum, yang mengarah ke rectum tetapi terpisah oleh membran anal. Membran
pemisah ini akan terpisahkan pada usia 8 minggu kehamilan.
Gangguan perkembangan struktur anorectum pada tingkat
bermacam-macam menjadi berbagai kelainan, berawal dari stenosis anus, anus
imperforate, atau agenesis anus dan gagalnya invaginasi proctodeum. Hubungan
antara tractus urogenital dan bagian rectum menyebabkan fistula rectourethralis
atau rectovestibularis.
E. Tanda dan Gejala
Secara klinik pada bayi ditemukan tidak adanya mekonium yang
keluar dalam waktu 24-48 jam setelah kelahiran atau tidak tampak adanya lubang
anus. Untuk mengetahui kelainan ini secara dini, pada semua bayi baru lahir
harus dilakukan pemasukan thermometer melalui anus.
Tindakan ini tidak hanya untuk mengetahui suhu tubuh, tetapi
juga untuk mengetahui apakah terdapat anus imperforata atau tidak. Bila anus
terlihat normal dan terdapat penyumbatan yang lebih tinggi dari perineum maka
gejala akan timbul dalam 24-48 jam , berupa perut kembung, muntah, tidak bisa
buang air besar dan ada yang mengeluarkan tinja dari vagina atau ureter.
F. Pemeriksaan Diagnostik / penunjang
1. Pemeriksaan rectal digital dan
visual adalah pemeriksaan diagnostic yang umum dilakukan pada gangguan ini
- Jika ada fistula, urin dapat diperiksa untuk memeriksa adanya sel-sel epitel mekonium
- Pemeriksaan sinar-X lateral inverse (teknik Wangensteen-Rice) dapat menunjukkan adanya kumpulan udara dalam ujung rectum yang buntu pada atau di dekat perineum; dapat menyesatkan jika rectum penuh dengan mekonium yang mencegah udara sampai keujung kantong rectal
- Ultrasound dapat digunakan untuk menentukan letak kantong rectal
- Aspirasi jarum untuk mendeteksi kantong rectal dengan cara menusukkan jarum tersebut sambil melakukan aspirasi; jika mekonium tidak keluar pada saat jarum sudah masuk 1,5 cm, defek tersebut dianggap sebagai defek tingkat tinggi
G. Komplikasi
Semua pasien yang mempunyai malformasi anorectal dengan
komorbiditas yang tidak jelas mengancam hidup akan bertahan. Pada lesi letak
tinggi, banyak anak mempunyai masalah pengontrolan fungsi usus dan juga paling
banyak menjadi konstipasi. Pada lesi letak rendah, anak pada umumnya mempunyai
control usus yang baik, tetapi masih dapat menjadi konstipasi.
Komplikasi operasi yang buruk berkesempatan menjadi
kontinensia primer, walaupun akibat ini sulit diukur. Reoperasi penting untuk
mengurangi terjadinya kontinensia. Kira-kira 90% anak perempuan dengan fistula
vestibulum, 80% anak laki-laki dengan fistula ureterobulbar, 66% anak laki-laki
dengan fistula ureteroprostatic, dan hanya 15% anak laki-laki dengan fistula
bladder-neck mempunyai pergerakan usus yang baik. 76% anak dengan anus imperforata
tanpa fistula mempunyai pergerakan usus yang baik.
Selain
itu, komplikasi lain yang dapat muncul yaitu :
1. Asidosis hiperkloremia
- Infeksi saluran kemih yang berkepanjangan
- Komplikasi jangka pendek :
- Eversi mukosa anal
- Stenosis (akibat kontraksi jaringan parut dari anastomosis)
- Masalah atau kelambatan yang baerhubungan dengan toilet training
- Inkontinensia (akibat stenosis anal atau impaksi)
- Prolaps mukosa anorektal (menyebabkan inkontinensia dan rembesan persisten)
- Fistula kambuhan (karena tegangan di area pembedahan dan infeksi).
H. Penatalaksanaan/Pengobatan
Terapi pembedahan pada bayi baru lahir bervariasi sesuai
dengan keparahan defek. Semakin tinggi lesi, semakin rumit prosedur
pengobatannya. Untuk anomaly tinggi, dilakukan kolostomi beberapa hari setelah
lahir. Bedah definitifnya, yaitu anoplasti perineal (prosedur penarikan
perineum abdominal), umumnya ditunda 9-12 bulan.
Penundaan ini dimaksudkan untuk memberi waktu pada pelvis
untuk membesar dan pada otot-otot untuk berkembang. Tindakan ini juga memungkinkan
bayi untuk menambah berat badannya dan bertambah baik status nutrisinya. Lesi
rendah diatasi dengan menarik kantong rectal melalui sfingter sampai lubang
pada kulit ananl. Fistula, bila ada harus ditutup. Defek membranosa hanya
memerlukan tindakan pembedahan yang minimal. Membran tersebut dilubangi dengan
hemostat atau scalpel.
Pada kebanyakan kasus, pengobatan malformasi anorektal
memerlukan dua tahap tindakan pembedahan. Untuk defek ringan sampai sedang,
prognosisnya baik. Defeknya dapat diperbaiki, peristalsis dan kontinensia
normal juga dapat diperolah. Defek yang lebih berat umumnya disertai anomaly
lain, dan hal tersebut akan menambah masalah pada hasil tindakan pembedahan.
Anus imperforata biasanya memerlukan operasi sedang untuk membuka pasase feses.
Tergantung pada beratnya imperforate, salah satu tindakan
adalah anoplasti perineal atau colostomy: prosedur operasi termasuk
menghubungkan bagian atas colon dengan dinding anterior abdomen, pasien
ditinggalkan dengan lubang abdomen disebut stoma. Lubang ini dibentuk dari
ujung usus besar melalui insisi dan sutura ke kulit.
Setelah colostomy, feses dibuang dari tubuh pasien melalui
stoma, dan terkumpul dalam kantong yang melekat pada abdomen yang diganti bila
perlu. Pengobatan pada anus malformasi anorektal juga dapat dilakukan dengan
jalan operasi PSARP (Posterio Sagital Anorectoplasy). Teknik ini punya akurasi
tinggi untuk membuka lipatan bokong pasien.
Teknik ini merupakan ganti dari teknik lama yaitu Abdomino
Perineal Poli Through (APPT). Teknik lama ini mempunyai resiko gagl tinggi
karena harus membuka dinding abdomen
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Lakukan pengkajian kepatenan lubang
anal pada bayi baru lahir
- Observasi adanya pasase mekonium. Perhatikan bila mekonium tampak pada orifisium yang tidak tepat.
- Observasi feses yang seperti karbon pada bayi yang lebih besar atau anak kecil yang mempunyai riwayat kesulitan defekasi atau distensi abdomen
- Bantu dengan prosedur diagnostik mis : endoskopi, radiografi
B. Dioagosa Keperawatan
1. Nutrisi kurang dari kebutuhan b/d.
intake tidak adekuat
- Nyeri b/d. distensi abdomen
- Konstipasi b/d. gangguan pasase feses, feses lama dalam kolon dan rectum
- Distres pernafasan b/d. distensi abdomen
- Gangguan integritas kulit b/d. colostomy
- Gangguan citra tubuh b/d. adanya kolostomi
- Kurangnya pengetahuan b/d kurang sumber informasi
C. Intervensi Keperawatan
- Nutrisi kurang dari kebutuhan b/d. intake tidak adekuat
o Tujuan : Mempertahankan BB
stabil/menunjukkan kemajuan peningkatan BB mencapai tujuan dengan nilai
laboratorium normal
o Intervensi :
§ Pertahankan potensi selang
Naso-gastrik. Jangan mengembalikan posisi selang bila terjadi perubahan posisi.
R.: /Memberikan istirahat pada traktus GJ. Selama fase pasca operasi akut
sampai kembali berfungsi normal
§ Berikan perawatan oral secara
teratur R. / Mencegah ketidaknyamanan karena mulut kering dan bibir pecah
§ Kolaborasi pemberian cairan IV, R. /
Memenuhi kebutuhan nutrisi sampai masukan oral dapat dimulai
§ Awasi pemeriksaan laboratorium.
Misalnya Hb / Ht dan elektrolit. R. / Indikator kebutuhan cairan / nutrisi dan
keaktifan terapi dan terjadinya konstipasi.
- Nyeri b/d. distensi abdomen
o Tujuan :
§ Menyatakan nyeri hilang
§ Menunjukkan rileks, mampu tidur, dan
istirahat dengan tepat
o Intervensi:
§ Catat keluhan nyeri, durasi, dan
intensitasn nyeri R. / Membantu mendiagnosa etiologi perdarahan dan terjadinya
komplikasi
§ Catat petunjuk nonverbal. Mis:
gelisah, menolak untuk bergerak R. / Bahasa tubuh / petunjuk non verbal dapat
secara prikologis dan fisiologis dapat digunakan sebagai petunjuk untuk
mengidentifikasi masalah
§ Kaji faktor-faktor yang dapat
meningkatkan / menghilangkan nyeri R. / Menunjukkan faktor pencetus dan
pemberat dan mengidentifikasi terjadinya komplikasi
§ Berikan tindakan nyaman, seperti
pijat penggung, ubah posisi dan R. / Meningkatkan relaksasi, memfokuskan
perhatian, dan meningkatkan koping
§ Kolaborasi pemberian analgetik R. /
Memudahkan istirahat dan menurunkan rasa sakit
- Konstipasi berhubungan dengan. gangguan pasase feses, feses lama dalam kolon dan rectum
o Tujuan :
§ Menormalkan fungsi usus
§ Mengeluarkan feses melalui anus
o Intervensi:
§ Kaji fungsi usus dan karakteristik
tinja R. / Memperoleh informasi tentang kondisi usus
§ Catat adanya distensi abdomen dan
auskultasi peristaltik usus R. / Distensi dan hilangnya peristaltic usus
menunjukkan fungsi defekasi hilang
§ Berikan enema jika diperlukan R. /
Mungkin perlu untuk menghilangkan distensi
- Distres pernafasan b/d. distensi abdomen
o Tujuan: Pola nafas efektif, tidak
ada gangguan pernafasan
o Intervensi:
§ Observasi frekuensi / kedalaman
pernafasan R./ Nafas dangkal, distress pernafasan, menahan nafas, dapat
menyebabkan hipoventilasi
§ Dorong latihan napas dalam R. /
Meningkatkan ekspansi paru maksimal dan alat pembersihan jalan napas, sehingga
menurunkan resikoatelektasis
§ Berikan oksigen tambahan R. /
memaksimalkan sediaan O2 untuk pertukaran dan peningkatan kerja nafas
§ Tinggikan kepala tempat tidur 30o R.
/ Mendorong pengembangan diafragma / ekspansi paru optimal dan meminimalkan isi
abdomen pada rongga thorax
- Gangguan integritas kulit b/d. colostomy
o Tujuan : Meningkatkan penyembuhan
luka tepat waktu dan bebas tanda infeksi
o Intervensi:
§ Observasi luka, catat karakteristik
drainase R. / Perdarahan pasca operasi paling sering terjadi selama 48 jam
pertama, dimana infeksi dapat terjadi kapan saja
§ Ganti balutan sesuai kebutuhan,
gunakan teknik aseptik R. / Sejumlah besar drainase serosa menuntut pergantian
dengan sering untuk menurunkan iritasi kulit dan potensial infeksi
§ Irigasi luka sesuai indikasi,
gunakan cairan garam faali R. / Diperlukan untuk mengobati inflamasi infeksi
praap / post op
- Gangguan citra tubuh berhubungan dengan adanya kolostomi
o Tujuan:
§ Menyatakan penerimaan diri sesuai
situasi
§ Menerima perubahan kedalam konsep
diri
o Intervensi:
§ Dorong pasien/orang terdekat untuk
mengungkapkan perasaannya R. / Membantu pasien untuk menyadari perasaannya yang
tidak biasa
§ Catat perilaku menarik diri.
Peningkatan ketergantungan R. / Dugaan masalah pada penilaian yang dapat
memerlukan evaluasi lanjut dan terapi lebih kuat
§ Gunakan kesempatan pada pasien untuk
menerima stoma dan berpartisipasi dan perawatan R. / Ketergantungan pada
perawatan diri membantu untuk memperbaiki kepercayaan diri
§ Berikan kesempatan pada anak dan
orang terdekat untuk memandang stoma R. / Membantu dalam menerima kenyataan
§ Jadwalkan aktivitas perawatan pada
pasien R. / Meningkatkan kontrol dan harga diri
§ Pertahankan pendekatan positif
selama tindakan perawatan R. / Membantu pasien menerima kondisinya dan
perubahan pada tubuhnya
- Kurangnya pengetahuan b/d kurang sumber informasi
o Tujuan : Mengungkapkan pemahaman
tentang kondisi / proses penyakit, tindakan dan prognosis
o Intervensi:
§ Tentukan persepsi anak tentang
penyakit R. / Membuat pengetahuan dasar dan memberikan kesadaran kebutuhan
belajar individu
§ Kaji ulang obat, tujuan, frekuensi,
dosis R. / Meningkatkan pemahaman dan kerjasama
§ Tekankan pentingnya perawatan kulit
pada orang tua R. / Menurunkan penyebaran bakteri.
0 komentar:
Posting Komentar